Friday 19 July 2013

Percobaan Pembunuhan Soekarno, Tjakrabirawa dan PASPAMPRES

(Kompasiana) Hingga awal dawarsa 1960-an, pengawalan kepresidenan menjadi tanggung jawab Polisi Istimewa yakni dari satuan khusus Brimob Kepolisian. Saat itu Angkatan Kepolisian RI (AKRI) memiliki satuan khusus yang memiliki kualifikasi “Ranger” bernama Resimen Pelopor (MENPOR). Tapi, seiring dengan meningkatnya usaha pembunuhan terhadap Presiden Soekarno, antara lain pelemparan granat di Cikini, dan kemudian hal sama terjadi di Makasar (peristiwa Jalan Cendrawasih), penembakan saat shalat Idul Adha, penembakan dari udara oleh Letnan Udara Maukar, maka dipandang perlu dibentuk pasukan khusus penjaga keselamatan presiden yang lebih lengkap seperti di negara-negara maju.


Berikut 7 Peristiwa Percobaan Pembunuhan Terhadap Presiden Soekarno (sumber merdeka.com)

1. Granat Cikini

30 November 1957. Presiden Soekarno datang ke Perguruan Cikini (Percik), tempat bersekolah putra-putrinya, dalam rangka perayaan ulang tahun ke-15 Percik. Granat tiba-tiba meledak di tengah pesta penyambutan presiden. Sembilan orang tewas, 100 orang terluka, termasuk pengawal presiden. Soekarno sendiri beserta putra-putrinya selamat. Tiga orang ditangkap akibat kejadian tersebut. Mereka perantauan dari Bima yang dituduh sebagai antek teror gerakan DI/TII.

2. Penembakan Istana Presiden oleh Pilot Daniel Maukar

9 Maret 1960. Tepat siang bolong Istana presiden dihentakkan oleh ledakan yang berasal dari tembakan kanon 23 mm pesawat Mig-17 yang dipiloti Daniel Maukar. Maukar adalah Letnan AU yang telah dipengaruhi Permesta. Kanon yang dijatuhkan Maukar menghantam pilar dan salah satunya jatuh tak jauh dari meja kerja Soekarno. Untunglah Soekarno tak ada di situ. Soekarno tengah memimpin rapat di gedung sebelah Istana Presiden. (Maukar sendiri membantah ia mencoba membunuh Soekarno. Aksinya hanya sekadar peringatan. Sebelum menembak Istana Presiden, dia sudah memastikan tak melihat bendera kuning dikibarkan di Istana tanda presiden ada di Istana). Aksi ini membuat 'Tiger', call sign Maukar, harus mendekam di bui selama 8 tahun.

3. Pencegatan Rajamandala

April 1960. Perdana Menteri Uni Soviet saat itu, Nikita Kruschev mengadakan kunjungan kenegaraan ke Indonesia. Dia menyempatkan diri mengunjungi Bandung, Yogya dan Bali. Presiden Soekarno menyertainya dalam perjalanan ke Jawa Barat. Tatkala, sampai di Jembatan Rajamandala, ternyata sekelompok anggota DI/TII melakukan penghadangan. Beruntung pasukan pengawal presiden sigap meloloskan kedua pemimpin dunia tersebut.

4. Granat Makassar

7 Januari 1962. Presiden Soekarno tengah berada di Makassar. Malam itu, ia akan menghadiri acara di Gedung Olahraga Mattoangin. Ketika itulah, saat melewati jalan Cendrawasih, seseorang melemparkan granat. Granat itu meleset, jatuh mengenai mobil lain. Soekarno selamat. Pelakunya Serma Marcus Latuperissa dan Ida Bagus Surya Tenaya divonis hukuman mati.

5. Penembakan Idul Adha

14 Mei 1962. Bachrum sangat senang ketika berhasil mendapatkan posisi duduk pada saf depan dalam barisan jemaah salat Idul Adha di Masjid Baiturahim. Begitu melihat Soekarno, dia mencabut pistol yang tersembunyi di balik jasnya, moncong lalu diarahkan ke tubuh soekarno. Klik! Apa daya jarinya kelu. Dalam sepersekian detik ketika tersadar, arah pun melenceng, dan peluru meleset dari tubuh Soekarno, menyerempet Ketua DPR GR KH Zainul Arifin. Haji Bachrum divonis hukuman mati, namun kemudian dia mendapatkan grasi.

6. Penembakan Mortir Kahar Muzakar

1960-an. Presiden Soekarno dalam kunjungan kerja ke Sulawesi. Saat berada dalam perjalanan keluar dari Lapangan Terbang Mandai, sebuah peluru mortir ditembakkan anak buah Kahar Muzakkar. Arahnya kendaraan Bung Karno, tetapi ternyata meleset jauh. Soekarno sekali lagi, selamat.

7. Granat Cimanggis

Desember 1964. Presiden Soekarno dalam perjalanan dari Bogor menuju Jakarta. Rombongannya membentuk konvoi kendaraan. Dalam laju kendaraan yang perlahan, mata Soekarno sempat bersirobok dengan seorang lelaki tak dikenal di pinggir jalan. Perasaan Soekarno kurang nyaman. Benar saja, lelaki itu melemparkan sebuah granat ke arah mobil presiden. Beruntung, jarak pelemparannya sudah di luar jangkauan mobil yang melaju. Soekarno pun selamat.
Pembentukan pasukan khusus itu terealisasi dengan terbitnya Surat Keputusan Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia tanggal 5 Juni 1962 tentang Resimen Khusus TJAKRABIRAWA yaknisuatu resimen khusus di bawah Presiden yang bertanggung jawab penuh menjaga keselamatan pribadi Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia beserta keluarganya.



Resimen Tjakrabirawa terdiri atas Detasemen Kawal Pribadi, Batalion Kawal Khusus, dan Batalion Kawal Kehormatan. Sebagai suatu resimen khusus, Tjakrabirawa dipersiapkan sebagai suatu kesatuan militer yang memiliki kualifikasi setingkat kesatuan komando. Karena itu, pembentukannya tidak seperti pembentukan kesatuan-kesatuan baru lainnya yang sekadar mengandalkan penggabungan dari beberapa peleton dan kompi untuk membentuk satu batalion, resimen khusus Tjakrabirawa dibentuk berdasarkan kumpulan individu yang berhasil lulus dari rangkaian tes seleksi. Keketatan tes seleksi Tjakrabirawa tampak dari data bahwa hanya 3-4 prajurit dari satu kompi suatu batalion yang berkualifikasi raider atau paratrooper atau airborne yang mendapat panggilan untuk mengikuti tes seleksi. Resimen Tjakrabirawa terdiri atas 4 batalyon satuan khusus dari empat angkatan (dulu polisi termasuk angkatan bersenjata), yakni, unsur Menpor Brimob Kepolisian, unsur KKo (sekarang Marinir) ALRI, unsur PGT (Pasukan Gerak Tjepat, yang kemudian disebut Kopasgat dan sekarang Paskhas) AURI serta Banteng Raiders Angkatan Darat.

Resimen Tjakrabirawa dipimpin oleh Brigjen TNI Sabur dan Kolonel Maulwi Saelan yang juga menjadi Ajudan Presiden Soekarno. Sedangkan Letnan Kolonel Untung –yang kemudian memimpin Gerakan 30 September-menjabat Komandan Batalyon !, Kawal Kehormatan. Sebelumnya ia menjabat Komandan Batalion 454 Banteng Raiders, Kodam Diponegoro.

Akibat peristiwa G.30.S, resimen Tjakrabirawa dibubarkan. Pengamanan kepresidenan diambil alih oleh Satgas Pomad Para dengan kekuatan inti Polisi Militer AD (dibantu oleh Brimob, PGT, dan Batalyon 531) yang dipimpin oleh Kolonel CPM Norman Sasono. Pada tahun 1976 Satgas Pomad ini dilebur menjadi Pasukan Pengawalan Presiden (Paswalpres). Pada tahun 1988 Paswalpres berubah menjadi Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) dan ditempatkan di bawan Badan Intelijen Strategis (BAIS) ABRI. Namun pada tahun 1993 Paspampres ditarik keluar dari BAIS ABRI dan ditempatkan langsung di bawah Panglima ABRI dengan komandan perwira bintang dua. Kemudian pada tahun 2000 seluruh personel Polri ditarik keluar dari Paspampres.

Secara garis besar, Paspampres sekarang dipimpin oleh seorang Mayor Jenderal dan terdiri dari tiga grup yang masing-masing dipimpin oleh seorang Kolonel.

Grup A bertanggung jawab atas pengamanan presiden dan keluarganya, sementara Grup B bertanggung jawab atas pengamanan wakil presiden dan keluarganya. Kedua grup ini bermarkas di Jakarta. Sementara Grup C bermarkas di Bogor. Tugas Grup C ini adalah pengawalan tamu negara setingkat kepala negara/kepala pemerintahan yang berkunjung ke Indonesia sekaligus bertanggung jawab atas pelatihan anggota Paspampres. Personel Grup C ini juga bertugas sebagai personel cadangan jika Grup A dan B butuh personel tambahan.Personel Paspampres berasal dari tiga angkatan : AU, AD, dan AL. Tapi tetap sih mayoritas adalah anggota AD dan banyak banget yang berasal dari Polisi Militer. Tidak sedikit yang berasal dari pasukan khusus dan berkualifikasi Gultor. Karena tugasnya yang pengawalan, maka Paspampres tidak dilengkapi senjata berat. Paling terbatas pada pistol (Glock 19 dan SiG Sauer P226) dan SMG (MP5 dan K7). Sementara SS-1 dan M16A1 banyak dipakai untuk keperluan latihan dan seremonial.

No comments:

Post a Comment