Perlakuan tidak manusiawi, menuntun perjalanan hidup Untung Surapati yang sebelumnya merupakan budak di salah satu keluarga Belanda menjadi seorang pejuang pembela saudara sebangsanya.
Kegigihan dan optimisme patut dimiliki oleh seorang pejuang. Mengingat perjuangan yang dilakukan untuk mengusir penjajah bukanlah hal yang mudah. Sikap gigih dan optimis itu pula yang ada pada Untung Surapati. Di tengah berbagai kesulitan dan kepahitan hidup, justru semakin menempanya menjadi pribadi tangguh, semangat juangnya pun berkobar.
Tidak diketahui dengan pasti bagaimana asal-usul Untung Surapati. Begitu juga mengenai sejarah kelahirannya. Secara umum diceritakan, ia adalah keturunan bangsawan Bali yang diculik dan dijadikan budak belian oleh seorang perwira VOC (Kompeni Belanda) di Batavia. Anak itu kemudian dijual kepada Edeleer Moor. Selama Moor memelihara budak itu, kekayaannya bertambah dan kedudukannya pun semakin meningkat. Dengan kata lain, sang budak dianggap tuannya dapat mendatangkan banyak keuntungan. Atas dasar itu, anak itu kemudian diberi nama "Untung Surapati".
Menjelang dewasa, Untung jatuh cinta pada salah satu putri Moor. Tentu saja hubungan asmara itu tidak mendapat persetujuan dari Edeleer Moor. Karena itu, Untung pun ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Selama di penjara, ia mendapatkan siksaan yang teramat berat. Tak tahan menghadapi siksaan, ia pun bertekad untuk melarikan diri. Bersama dengan budak-budak lainnya ia berhasil melarikan diri dan bersembunyi di hutan.
Setelah bebas, ia bersama kelompoknya melancarkan serangan terhadap orang-orang Belanda serta pengrusakan atas aset-aset milik Belanda, karena ia menganggap bahwa Belanda-lah pihak yang paling bertanggung jawab atas penderitaan yang dialaminya serta saudara sebangsanya.
Belanda yang merasa terusik atas aksi-aksi yang dilakukan Untung Surapati akhirnya membujuk agar mau bekerja sama. Tawaran itu pun dituruti Untung Surapati. Ia pun bergabung dalam tentara VOC dan diangkat menjadi letnan tentara VOC. Namun, hal itu tak lantas membuatnya berpihak kepada Belanda.
Suatu kali, ia terlibat pertengkaran dengan seorang perwira Belanda yang dianggapnya sombong serta berperilaku kasar. Dalam pertengkaran itu, Untung Surapati membunuh perwira tersebut. Sejak kejadian itu, ia bertekad untuk tidak lagi bekerja sama dengan kaum penjajah. Kedudukannya dalam dinas militer Belanda pun ditinggalkan. Setelah keluar dari dinas militer Belanda, ia melarikan diri dari daerah Priangan menuju
Mataram.
Sementara itu, Belanda terus melakukan pengejaran atas diri Untung hingga ke wilayah Kartasura. Pada saat yang bersamaan, Susuhan Mangkurat II (Mangkurat Amral) terlibat perseteruan dengan VOC. Perseteruan itu bermula dari tewasnya Trunojoyo pada 2 Januari 1690. Kedatangan Untung Surapati disambut dengan baik oleh Susuhunan
Mataram.
Ia pun dipercaya untuk memimpin sepasukan tentara. Dalam sebuah pertempuran yang terjadi di Kartasura pada 8 Februari 1686, Untung bersama pasukannya berhasil mengalahkan pasukan Belanda yang pada waktu itu dipimpin oleh Kapten Tack. Bahkan dalam pertempuran tersebut, sang kapten pun tewas di tangannya.
Setelah berhasil menumpas Belanda di
Mataram, ia kemudian hijrah ke Jawa Timur. Sesampainya di sana, tepatnya di kota Pasuruan, atas persetujuan Susuhunan Mataram ia mendirikan sebuah kerajaan yang berpusat di Pasuruan. Sebagai raja, ia memakai gelar Adipati Aria Wiranegara. Kerajaan yang didirikannya juga dilengkapi dengan benteng-benteng yang berfungsi untuk melindungi kerajaan dari serangan musuh.
Pada bulan November 1706, Belanda dibantu para sekutunya mengerahkan kekuatan dalam jumlah besar untuk menghancurkan kerajaan tersebut. Pertempuran sengit pun tak dapat dihindari. Karena ketidakseimbangan baik dari segi persenjataan maupun jumlah tentara, pasukan Untung Surapati berhasil dikalahkan Belanda. Akibat serangan itu, Untung terluka parah sewaktu bertempur mempertahankan Bangil dan meninggal dunia pada 5 November 1706.
Atas jasa-jasanya kepada negara, Untung Surapati dianugerahi gelar
pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia No. 106/TK/Tahun 1975, tanggal 3 November 1975. e-ti
© ENSIKONESIA - ENSIKLOPEDI TOKOH INDONESIA
No comments:
Post a Comment